Integrated Farming Santri Al Fatih

Kedaulatan Pangan untuk Santri melalui Metode Integrated Farmy -> Integrate Farming

Berternak sapi sudah menjadi hal biasa. Yang tidak biasa adalah ketika berternak sapi tanpa merumput. Itulah yang dirintis KH. Ilzamuddin, pengasuh Pondok Pesantren (PP) Al-Fatih di Dusun Sumber Papan, Desa Klampar, Kecamatan Proppo, Pamekasan.

Al-Fatih Farm adalah usaha ternak sapi yang digagas oleh Ilzamuddin. Nama Al-Fatih diambil dari nama pondok pesantren yang diasuhnya. Usaha ternak yang digagasnya itu tidak hanya berorientasi pada bisnis, tetapi juga untuk kesejahteraan masyarakat dan pondok pesantren.

“Ini terbesit saat Covid-19 melanda, semua peluang di semua sektor mati. Kecuali ketahanan pangan,” ucapnya.

Kandang ternak berkapasitas 224 sapi itu tidak hanya dibangun olehnya seorang, melainkan juga dorongan dan investasi dari para wali santri. Peternakan tersebut dikelola oleh koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) Al-Fatih.

“Setiap wali santri yang berinvestasi satu ekor sapi, dalam waktu lima tahun akan mendapat feedback lima ekor,” ucap ketua Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LPPNU) Pamekasan ini.

Selain itu, santri di PP. Al-Fatih mendapat gratis biaya hidup dan gratis biaya pendidikan. Hitungannya, setiap satu ekor sapi, dalam waktu lima tahun bisa beranak lima sampai tujuh ekor. Lima ekor untuk wali santri, sisanya untuk pengembangan pesantren.
Saat ini, kandang yang berdiri di atas lahan seluas 1 hektar lebih itu telah terisi 140 ekor sapi dari berbagai jenis. Mulai dari jenis sapi Madura, sapi limosin dan sapi hasil persilangan sapi Madura dengan limosin (madrasin).

Satu hal yang modern di ternak ini, yaitu sapi tidak makan rumput, melainkan disediakan makanan fermentasi khusus berbentuk seperti tepung dedak. Pakan ini diklaim bergizi tinggi karena diimpor dari Selandia Baru.

Pakan kombinasi konsentrat dan pakan kasar atau complete feed (comfeed) ini, menggantikan rumput. Maka dirinya tidak perlu merumput untuk mencari pakan ternak, cukup dengan modal Rp500 ribu untuk pakan satu ekor sapi selama sebulan.
Daging yang dihasilkan pun jauh lebih berkualitas dibanding ternak biasa yang memakan rumput. Dagingnya berwarna merah pekat dan hanya mengandung sedikit lemak di tubuh sapi. Karena kualitas daging yang bagus itu, masyarakat kerap datang membeli pakan ternaknya.

Kendati begitu, usahanya itu masih seusia jagung. Pertama dimulai pada Maret 2021 lalu. Namun, meski baru sekitar lima bulan berdiri, omset yang didapatkannya sudah lebih dari Rp400 juta. Karena setiap empat bulan, sapi ternaknya sudah bisa dijual.
Harga sapinya pun bervariatif. Yang termurah yaitu sapi Madura pendet berkisar Rp10 juta. Sementara sapi paling mahal yaitu sapi limosin seberat 700 kilogram, seharga Rp32 juta. Sapi limosin dia datangkan dari Jawa, sementara sapi Madura merupakan sapi lokal milik masyarakat.

“Tantangannya, karena masih banyak yang tidak percaya, bahwa tanpa rumput sapi bisa gemuk. Tapi ini sudah terbukti ke masyarakat. Buktinya banyak warga yang datang beli pakan,” pungkasnya.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *